Rabu, 15 Juni 2011

PESISIR DAN LAUTKU MASA DEPANKU

(Bangka Belitung Pasca Timah)
Oleh : Kurniawan
Mahasiswa Universitas Diponegoro asal Sungailiat Bangka
Wisata dan penangkapan salah satu Potensi Bangka Belitung

Bangka Belitung terlahir sebagai Provinsi kepulauan yang memiliki pulau sebanyak 1.015 pulau (DKP) dengan kekayaan sumberdaya pesisir dan laut   yang melimpah. Sesuai “kodratnya” sebagai provinsi kepulauan sudah barang tentu provinsi ini memiliki kekayaan sumberdaya pesisir dan laut sangat melimpah yang jika dikelola secara maksimal dapat menjadi pendapatan utama dari provinsi yang di sebut sebagai Provinsi Kepulauan ini. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki luas wilayah perairan mencapai 4 (empat) kali dari seluruh luas wilayah daratannya yaitu sebesar 16.281 km2. Luas perairan Kepulauan Bangka Belitung diperkirakan sebesar 65.301 km2 dengan potensi perikanan tangkap sebesar 499.500 ton per tahun (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, 2005).
Akan tetapi yang saya rasakan sebagai putra asli Bangka Belitung sebutan sebagai provinsi kepulauan hanya sebagai sebutan saja. Kekayaan sumberdaya laut dan pulau-pulau kecil yang dimiliki oleh provinsi ini sama sekali belum dimanfaatan secara optimal karena belum adanya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang jelas untuk wilayah pesisir dan laut. Sehingga pemanfaatan potensi dan pembangunan yang dilakukan di wilayah pesisir selama ini hanyalah memikirkan kepantingan sesaat (jangka pendek), kepentingan individu dan kepentingan kelompok/kroninya. Akibatnya, laut yang seharusnya menjadi kekuatan bagi provinsi ini kini hanya menjadi faktor penghambat masuknya distribusi barang dari provinsi lain dikarenakan provinsi ini menjadi provinsi yang sangat konsumtif di hampir seluruh sektor.
Jika berbicara tentang Provinsi Bangka Belitung gambaran masyarakat Indonesia pasti langsung tertuju pada timah. Ya, provinsi yang kita cintai ini merupakan penghasil timah putih terbesar di Indonesia bahkan dunia, walupun Malaysia meng”klaim” bahwa mereka merupakan Negara penghasil Timah putih terbesar, akan tetapi sudah menjadi pengetahuan umum bahwa timah di Malaysia sebagian besar dari Indonesia. Menurut kementrian ESDM dalam seminar , timah di Bangka Belitung jika dilakukan penambangan secara  terus menerus akan habis dalam 14 tahun mendatang. Tidak dapat dibayangkan jika timah sebagai penyokong pendapatan utama dari provinsi ini akan habis dan tidak ada sector lain sebagai penyokong ekonomi di provinsi ini. Seperti yang kita ketahui bahwa, hampir semua sector kita meng “impor” dari provinsi lain mulai dari 9 kebutuhan poko (sembako) seperti beras, gula, gandum, jagung dan yang paling memprihatinkan provinsi yang kita cintai ini menjadi salah satu provinsi termiskin penghasil daging sapi (PSDS, Kemtan). Tidak bisa dibayangkan jika keadaan ini terus menerus dibiarkan tanpa ada tindakan yang tegas dari Pemerintah pusat dan daerah.
Dominasi timah di Bangka Belitung sebagai sector utama di Babel sangat sulit sekali digeser terlebih tidak ada control yang baik dari Pemerintah daerah terhadap penambangan timah. Sehingga tambang timah semakin menjamur di berbagai wilayah di Bangka Belitung. Kondisi ini diperparah yang mana penambangan timah saat ini mulai merambah wilayah pesisir dan laut. Dilihat dari cara kerja penambangan timah, sudah barang tentu akbiat dari penambangan timah sangat berpengaruh terhadap ekologi di wilayah pesisir di Bangka Belitung. Rusaknya terumbu karang sebagai tempat tinggal biota yang ada di laut karena sedimentasi yang terjadi akibat penambangan yang dilakukan di wilayah pesisir dapat mengakibatkan berkurangnya stock ikan dan biota lain yang ada di laut. Bayangkan saja jika itu terjadi padda kita manusia, kalau rumah tempat tinggal kita di hancurkan, pasti kita akan pindah ke tempat atau daerah lain yang lebih layak huni.
Sudah saatnya pemerintah mengambil tindakan tegas dan melakukan persiapan jika timah benar-benar sudah habis. Mari kita kembali melihat kodrat kita sebagai provinsi kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam yang terdapat di wilayah pesisir dan laut. Mari manfaatkan potensi wilayah pesisir dan laut kita untuk menunjang ekonomi masyarakat dan menjadi pendapatan utama daerah.
Banyak sekali potensi yang dapat dimanfaatkan di wilayah pesisir dan laut Bangka Belitung diantaranya perikanan tangkap, budidaya pesisir, pariwisata dan pertambangan. Di sector perikanan tangkap di Bangka Belitung masih bersifat tradisional dan berskala kecil (<15GT).  Untuk budidaya, hampir tidak ada sama sekali wilayah pesisir Bangka Belitung yang di manafaatkan sebagai tempat Budidaya perikanan. Di sector pariwisata, Provinsi sedang gencar-gencarnya mempromosikan pariwisata di Bangka Belitung lewat Visit babel 2010 dan Belitung cell 2011. Akan tetapi seperti kita ketahui, langkah positif dari pemerintah ini tidak diikuti oleh kesadaran masyarakat. Dapat kita lihat di berbagai tempat wisata di Babel banyak terdapat TI apung yang sangat merusak pemandangan dan kondisi tempat wisata tersebut.  
Untuk sector penambangan, bukan berarti sector penambangan sepenuhnya buruk atau tidak ada manfaatnya, tetapi alangkah baiknya jika ada Perencanaan Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang jelas agar pemanfaatan potensi yang ada tidak saling tumpang tindih yang akibatnya akan berakibat fatal bagi masa depan. Bayangkan saja, jika dalam satu wilayah ada aktifitas penambangan, penangkapan ikan oleh nelayan dan sebagai empat wisata. Akibatnya, aktifitas penambangan akan merusak ekologi laut sehingga stock ikan berkurang dan pada akhirnya pendapatan nelayan berkurang. Di sisi lain, tempat wisata lama kelamaan akan sepi pengunjung akibat air menjadi keruh dan rusaknya ekologi yang menjadi daya tarik pengunjung.
Dilihat dari uraian diatas, RTRW di wilayah pesisir dan laut Bangka Belitung mutlak diperlukan. Sehingga exploitasi yang dilakukan di wilayah pesisir dan laut dapat optimal, perimbangan exploitasi di berbagai bidang (tidak tumpang tindih), memperhatikan generasi penerus yang akan membangun Babel, mengoptimumkan penataan zonasi sesuai zonasi daya lenting dan daya dukung, menjaga keseimbangan antara zona lindung (ekosistem terumbu karang, wisata) dan zona pemanfaatan (penangkapan, budidaya, penambangan) dalam tata ruang, dan pada akhirnya meningkatkan pendapatan masyarakat, kelestarian fungsi ekosistem dan pendapatan daerahpun meningkat.